Tuesday, August 10, 2010

Ramadhan I

Rasa yang sama yang selalu muncul tiba-tiba
; cinta tumbuh sempurna tapi entah pada siapa


Lalu kutegaskan berkali-kali dalam dada

; hanya padamu, ramadhanku


1 Ramadhan 1431 H / 10 Agustus 2010

40 jiwa dalam 13 matahari

Pada hari berhenti hanya pada pagi
Ada 40 jiwa menautkan wajah
Pada mejameja pengabdian dan gelisah
Mempertanyakan mau dibawa ke mana
Sekoper masalah yang bola salju ini

Dalam 13 matahari yang menjadi selimut
Hangat istirah intrik dan masalah
Semi sejuta kembang keinginan membuncah
Tentang bagaimana memperbaiki diri sendiri
Sambil mencium ibu pertiwi

Pakaian kita bukanlah sekedar dasi administrasi
Celana birokrasi dan baju basa basi
Tapi jubah pelayanan yang disulam benang hati
Dan dihiasi manik-manik ikhlas lillahi

Tapi siapa yang telah tega mencuri?
Pakaian kita hilang hari demi hari
Lalu leher pengabdian tinggal terjerat dasi?
Bukankah tidak ada selain jiwa dalam ruang ideologi selain diri sendiri?

Ahai, benarkah etika dan moral telah abrasi
Bukan digempur air pantai birokrasi
Tapi sebab memang begitu pasir
Tujuan yang lama dipahat pada batu cita-cita
; hanya sebatas dunia

Maka biarlah kemarin menjadi kemarin
Sebab kenyataan adalah sekarang
Dalam 13 matahari, 40 pemahat menatah batubatu sikap dan harap
Di depan, tujuan adalah pengabdian paling nurani
; lillahi…

Balai diklat Perindustrian, 08-22 Juni 2010

setelah memandang

tak lagi bisa berpaling

sanggarkidulbale, 2010

Thursday, April 22, 2010

Ditikam

Aku tertikam semalam
Oleh pedang dengki yang dihunuskan pelan
Perih dan ganjal sesak di dada
Segala lega hilang tertelan

Pagi ini duduk di serambi penghambaan

Melihat-lihat adakah sisa ruang untuk mengubur diri
Di ikhlas memaafkan

Aha, ada celah di deret paling belakang

Meski sempit, cukuplah untuk sepasang kaki kerelaan
Mentakbirotul-ikhromkan permakluman

Sebab, sungguh manusia dalam gegap gempita salah

Dan lupa tak terelakkan

Sedang Tuhan

Sungguh Maha Mengampunkan

Bantul, 18 April 2010

pertemuan jiwa

entah kenapa tiba-tiba
sekian lama mengubur berani
kaki-kaki rasa -meski getar- mencoba gagah berdiri

mungkin sebab lama tertancap lantai ruang tunggu

seluruh badan terasa kaku
membuka pintu ruang gelap ini adalah ketakutan tersendiri
sebab kilau cahaya akan menerpa tanpa permisi

kadang tertawa geli

kenapa mesti takut tersiram cahaya
lalu menutup mata bahkan sembunyi dan perlahan hilang
bukankah kehidupan begitu benderang

maka bangkit dari senyap jiwa adalah jawab

sebab hidupku ingin terang
sebab rasaku ingin tumbuh jadi suluh
tuhan, ijinkah aku melangkah

***

Lama menjadi lelaki penunggu
Membuat rindu terasa batu
Meski jawab lama ditemu
Harusnya tak perlu ada risau

Tapi kenapa sekarang begitu kacau

Sekedar dua kata bertanda tanya
Jiwa beku jadi bergelora

Ahai, indahnya katakata…


***


kukatakan

aku tak akan memuji catik indahmu
sebab percuma menabur garam di laut
jadi diam dan tatapku sangatlah cukup

tanyaku padamu

hal apa yang membuatmu patut
menjadi pendamping hidup
hingga usia kita berlumut

engkau menjawab tak tahu

akupun begitu

inilah pertemuan jiwa

selalu ada kabut
yang menutup
kehendak kita menangkap logika hidup

***


jadi kenapa mesti menunggu

jika kereta senja sudah di depan pintu!

nyepi

akhirnya kita memilih mujahadah sepi
sebagai jalan yang kita tempuh menempa diri
kemarin, terlalu riuh kita nyanyikan kasidah pertemuan
toh tenggelam dalam genang air mata perpisahan

mungkin sebab ziarah kita di persimpangan

dalam maqom ragu dan gamang
hingga kita tak mungkin menetap di tiap jamuan

kini biarlah aku pulang kamu pulang

rumah kita terbuka pintu dan jendela
sesiapa masuk keluar sekehendak nafsunya
tutup dulu untuk sementara
supaya khusuk kita rajut sajadah berbenang doa-doa
tempat kita sujudkan pertemuan segala cita-cita

sanggar kidul mbale, 26 Maret 2010

Obat Paling Racun

Ah, ternyata akulah obat paling racun
Pertemuan kita tak seharusnya
Sebab sakitmu ingin bertemu
Sebab obatku hasrat menggebu

Belum waktunya kisah

Terukir pada dinding sejarah

racun paling obat

Sampai kau sadar akulah racun
Berkali kau teguk
Tak hendak kau berhenti
Tak pula kau mati-mati

Mungkin sebab racunku terindah

Yang pernah dimiliki sejarah
Mungkin sebab racunku paling obat
Penyembuh segala perih erang sakit

Sakitmu sakit ingin bertemu

terlalu mencinta

engkau telah menggelar sajadah panjang permusuhan
tempat amarah demi amarah mensujudkan kening kedengkian
menyembah pada rasa murka tak kenal binasa

jika ditanya

; kenapa?

jawabmu selalu

; sebab terlalu mencinta

aku memilih diam

dan menjadi biasa saja

rindu tak berbatas

kekasih,
cintaku tumbuh tak berbatas ruang waktu
begitulah kuyakinkan dirimu

mengapalah mesti meragu

jika hati telah sama menyatu

jikapun mata pedang menatap leherku

pantang untuk diriku tak maju
hanya tentu butuh jalan lain jurusan
agar tebasnya tak perlu membuat luka mematikan

semoga sama begitulah engkau

meski jerat tali mengikat
loloskan pelan dan bersahabat
sebab meronta hanya akan membuat nganga luka
entah engkau entah siapa

kekasih,

sungguh, telah kurindukan kau
bahkan sebelum kita pernah bertemu

matapena, 28 feb 2010

kisah jerawat

satu jerawat bertamu
mengucap salam rindu
mengetuk pintu wajah bertalu-talu
“adakah penghuni di rona warna biru?”
sang wajah manahan bisu
tangannya sigap membuka pintu
bukan untuk menerima tamu
tapi kabur ke rona warna ungu
“siapa juga yang mau dihinggap jerawat itu!”
kata sang wajah sambil mengunci pintu

jerawat minggat melesat menderu

sampai lupa, hatinya tertinggal di depan pintu

ahad sore, 21 februari 2010

wajahmu

wajahmu berbeda hari-hari ini
adakah yang kau sembunyikan dariku
ataukah engkau telah mengalami hari yang teramat buruk?

wajah itu tersenyum

; hambar

ronanya berkeping rapuh

seperti terlindas rel kereta
yang saban harinya menemani
saat pagi membuka jendela
saat malam menata bantal tidurnya

“setelah ini hendak kemana

aku letih menghitung gerbong kereta
yang tak pernah ketemu saat kita hitung bersama”

wajah itu tersenyum

;letih dan luka

ku tatap wajahmu dengan teliti

kita masih akan tetap di sini
menunggu kereta berhenti

wajah itu tersenyum

; ia sungguh mengerti
kereta tak akan pernah singgah lagi

timoho, 05012010

di sebuah bioskop terbesar di jogja

Temenku kemarin sore, mampir ke salah satu bioskop terbesar di jogja jam 2.30, dia pengen nonton Sang Pemimpi. setelah ngantri tak begitu banyak, dia dapat 2 tiket pd pkul 3.00 untuk dia dan temennya masuk pukul 16.20. dia harus nunggu. dia belum sholat ashar.
"di sini ada mushola ga ya?" tanya temenku pada temennya.
"kayaknya ada deh, gedung se gede gini masak ga ada," jawab temennya temenku.
lalu ia bertanya pada petugas jaga.
jawabnya, "maaf, ga ada, mas,"
Temenku menjawab, "o," sambil ngacir cari masjid paling dekat... hmmm...

Musa dan Syuaib Sang Ayah

tiba-tiba menjelma Musa, melompat dari gelap menemu perempuan bersayap. menatih pada Syuaib sang ayah yang bijak, "Sesungguhnya aku bermaksud menikahkan kamu dengan salah seorang dari kedua anakku ini,"
sungguh, amanah hebat tiba di atas pundak yang bungkuk, sadar bahwa selama 8 tahun tak ada yang diperbuat, maka, menunggu 2 tahun akan nikmat sebagai penggenap, memperbaiki niat, laku, dan tentu saja ilmu...
"Dan kamu insya Allah akan mendapatiku termasuk orang2 yang baik," sang ayah tersenyum cerah.
sungguh, hati tentu saja menjadi bungah.
(insp QS. al-Qashash 28: 27)

kalo punya anak

Seorang ibu pada hari senin pagi ngomel masalah anak nomor duanya yang pelitnya ampun pada anak-anaknya yang laen.
“Tuh liat bujang nomor dua, tak pernah sedikitpun ngasih apalah sama ibunya yang satu ini. Lupa dia rupanya sama ibunya ini,”
Pada hari selasa, sang ibu mengajak anak nomor tiga dan empat masak kolak di rumahnya. kebetulan waktu bulan ramadhan. kolak jadi tren di dapur. Setelah selesai matang, ibu itu berkata,
“sekarang kirimlah barang satu nampan ke rumah budak nomor dua, biarlah dia merasakan masakanku,”
“bu, ndak usahlah, buat apa? Tak pernah dikasihnya ibu olehnya kenapa harus dikasih pula?” protes anak nomor tiga.
“alah, kau rasakanlah sendiri nanti kalo sudah punya anak,”
Anak nomor tiga mengelus perut buncitnya, ia memang sedang hamil anak pertama.

malam gila.

malam separuh. bulan luruh. aku pusing banyak tugas mengepung. tiba-tiba malam menjadi gila. (atau aku yang gila gara-gara malam ini? entahlah)
lalu dengan enteng aku bilang ke mahbub jamaluddin... yang asyik di depan laptopnya, "Golekke aku bojo, Mah!"
dengan enteng pula ia menjawab, "aku we ra entuk entuk kok...!
lalu kita berdua tertawa, "hahaha..."
orang-orang belum tahu kalo sekarang aku gila hahaha...

kisah sepasang api

setelah malam itu,
sepasang api menepi
bercakap dengan nurani
seberapa dalam kenal hakekat diri

tertunduk dalam malam batu

tembok sepi dan rumputan diam
dan batangbatang rokok menyala liar

mereka melihat mencatat dalam tasbihnya

sepasang api membakar diri sendiri

tidakkah terbaca banyak berita duka

di sepanjang koran-tv-radio di internet pula
hidup ini sementara
jika dipenuhi mabuk
maka jiwa akan lupa
dan mati sebelum waktunya

sepasang api perlahan surut

setelah lama ego saling memagut
nyeri jiwa mereka basah air mata

kemarinkemarin mereka lupa

bahwa yang pantas dikenang
hanyalah kebaikan bagi sesama

pagi harinya sepasang api tersenyum

pada setiap orang yang datang entah dari mana
membakar tungku hidup mereka
menghangatkan malam dingin bagi semua

dan ketika mati kelak

mereka tetap hidup dalam setiap benak

matapena, 9 Agustus 2009


(ingin seperti mbah surip dan ws rendra

; meski mati tapi tak pernah mati)

aku harus bagaimana?

aku harus bagimana
aku diam cintamu tetap bara

aku harus bagimana

aku berkata-kata hasratmu tambah gelora

aku harus bagaimana

aku pergi menjauh kau tunggu dengan rindu penuh

aku harus bagaimana

aku dekati kau malah bersikap malu-malu

aku harus bagaimana

jika nyatanya aku sudah berpunya

aku harus bagaimana

apakah harus poligami saja

aku harus bagaimana

agar aku tak lagi bertanya

sekian terimakasih dan...

wassalamu'alaikum wr. wb...

lembayung, 6 juli 2009


(terimakasih gus mus yang mengajari aku bertanya)

Ingsun

mbantul, jogjakarta, Indonesia