Saturday, December 25, 2021

INOVASI DAN PENERAPAN FILSAFAT DALAM PENDIDIKAN DAN PENGAJARAN MATEMATIKA

Oleh Ahmad Zaki (NIM. 21309251084 )

Program RPL S2 Pendidikan Matematika UNY

Email: ahmadzaki.2021@student.uny.ac.id

 

Abstrak

Kajian ilmiah ulisan ini membahas tentang inovasi dan peranan filsafat dalam pendidikan matematika, permasalahan ideologi, teori, model, serta contoh dan penerapannya dalam dunia pendidikan matematika.

Filsafat tidak bisa lepas dalam pendidikan matematika. Filsafat dibutuhkan untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan secara sistematis, integral, menyeluruh, dan mendasar. Filsafat pendidikan matematika mencakup tiga hal yaitu: tujuan dan nilai pendidikan matematika, teori belajar, teori mengajar. Siswa seharusnya mengembangkan kemampuan yang mereka miliki untuk menganalisis masalah matematika.

Teori belajar menggambarkan pentingnya siswa belajar secara aktif menggunakan matematika dengan tujuan untuk mempelajarinya. Konsep matematika saling berhubungan, dalam hal ini siswa perlu memahami sebuah konsep awal sebelum mempelajari topik selanjutnya. Oleh karenanya, dalam mempelajari matematika siswa harus memiliki pengalaman membangun dan menyerap konsep matematika dengan menemukan hubungan atau menguji ide dalam kontek yang baru. Pengajaran matematika berkaitan dengan memfasilitasi proses belajar siswa oleh karenanya, guru yang baik harus selalu berinovasi untuk kebutuhan kognitif siswa sesuai dengan zamannya dengan model-model yang efektif berlandaskan ideologi yang mencerahkan.

 

Kata kunci/Keyword: Filsafat, Inovasi, Pendidikan matematika.

 


 

A.      Pendahuluan

       Inovasi menjadi salah satu harapan pudarnya skeptisisme. Socrates berkata, “Jangan paksakan anak-anakmu mengikuti jejakmu, mereka diciptakan untuk kehidupan di zaman mereka, bukan zamanmu.” (al-Syahrastani, 1404: 82). Sangat penting adanya inovasi dalam pengajaran matematika yang sesuai dengan zamannya agar sampai kepada tujuan yang semestinya yaitu mencerdaskan kehidupan bangsa khususnya dalam kaitan masalah-masalah matematika. Dalam proses mencerdasakan tersebut tidak akan lepas dari kajian dan praktik filsafat. Sebab filsafat adalah bagian tak terpisahkan dari proses pendidikan.

Filsafat adalah karya akal budi yang membuka kemungkinan manusia memikirkan tentang kebenaran hakiki. Berfilsafat akan menumbuhkan pohon keingin tahuan yang berpijak pada akar-akar keraguan. Jika filsafat dijadikan dasar berfikir dari segala pengetahuan, maka kebenaran menyeluruh adalah buah dari keutuhan ilmu. Sebab menurut socrates (Jujun, 2008: 20), yang saya tahu, adalah saya tidak tahu!

Filsafat berasal dari bahasa Yunani yang berarti cinta pengetahuan atau kebenaran. Pemikiran-pemikiran dalam filsafat didasarkan atas pemikiran manusia dan hasilnya sangat tergantung pada pandangan filosof atau manusia yang bersangkutan (Jalaluddin, 2007: 17). Maka kerendahhatian dan rasa haus tentang ilmu akan menjadi umpan terbaik bagi ikan-ikan semangat pencarian ilmu sampai mendapatkannya.

Pendidikan matematika adalah proyeksi akal budi filsafat dalam memberikan solusi kehidupan. Perkembangan ilmu, teknologi, industri, dan penerapan-penerapan baru dalam menyelesaikan permasalahan kehidupan manusia menempatkan matematika pada posisi penting dalam pengetahuan. Matematika diperlukan bukan hanya sebagai bahasa, akan tetapi matematika menjadi media atau alat yang penting dalam hampir seluruh aktivitas kehidupan manusia, terutama dalam pengembangan ilmu pengetahuan, teknologi, industri, sosial, dan budaya (Suhendra, 2007: 71).

Namun Filsafat belum sepenuhnya disadari menjadi dasar pendidikan matematika maupun berfikir matematis. Sehingga kadang didapati ilmuan matematika menjadi picik, menganggap matematika superior di atas ilmu yang lain. Lalu menganggapnya berdiri sendiri dalam puncak-puncak penemuan ilmu. Keputusan ini menjadikan matematika tak terjangkau bagi pemula. Inovasi terjadi dalam matematika tapi justru pendidikan matematika jauh dari tujuannya, yaitu transfer pengetahuan yang dapat mengurai benang kusut permasalahan pendidikan matematika.

Sampai saat ini matematika masih menjadi momok siswa dalam pengajaran di sekolah. Sebab memang untuk memperdalam pemahaman mengenai pembelajaran matematika tentunya bukan hal yang mudah, atau dapat pula dikatakan bahwa mengajar matematika itu sulit, sebab siswa sulit belajar matematika (Marsigit, 2009). Kesulitan tersebut bisa jadi mengantarkan pada sikap skeptisisme dalam arti sempit, dimana siswa menganggap tidaklah mungkin mencapai keberhasilan dalam pendidikan matematika. Pukulan telak skeptisisme akan membuat tindakan konsisten dan cerdas menjadi tidak mungkin (George, 2007: 31). Untuk itu diperlukan inovasi yang nyata dalam filsafat yang pada akhirnya bermuara pada perbaikan pendidikan.

 

B.       Filsafat Pendidikan Matematika dan Penerapannya

Penerapan filsafat pendidikan dalam pembelajaran matematika dapat membantu guru untuk memahami pentingnya konsep pendidikan matematika, praktik pembelajaran matematika, serta memahami bahasa matematika. Selanjutnya diharapkan akan terwujud pembelajaran matematika yang membawa siswa mampu mengembangkan diskusi mengenai bagaimana menemukan matematika, metodologi apa yang diterapkan, dan bagaimana pengetahuan matematika mencapai status sebagai ilmu yang terjamin, bagaimana siswa mengembangkan pengalaman matematika mereka, apa nilai matematika, asal-usul siswa, tujuan pendidikan matematika, asal-usul siswa belajar matematika, asal-usul sumber belajar mengajar, dan asal-usul matematika sekolah (Marsigit, 2009).

Konsep pengajaran dan pembelajaran matematika lebih khusus mengenai maksud dan tujuan, silabus, buku teks, kurikulum, metode mengajar, prinsip didikan, teori belajar, penelitian pendidikan matematika, konsepsi guru mengenai matematika, dan pengajaran matematika yang sebaik persepsi siswa terhadap matematika, membawa bersama mereka atau bahkan berhenti pada pandangan filsafat dan epistimologi dari matematika (Marsigit, 2009).

Pandangan yang lebih umum mengenai filsafat pendidikan matematika memiliki tujuan untuk memperjelas dan menjawab pertanyaan tentang status dan pondasi (foundation) dari objek dan metode pendidikan matematika. Secara ontologi menjelaskan mengenai sifat dasar dari masing-masing komponen pendidikan matematika, secara epistimologi menjelaskan apakah semua penyataan yang berarti dalam pendidikan matematika mempunyai tujuan dan menentukan kebenaran (Marsigit, 2009). Agar pembelajaran matematika dapat memenuhi tuntutan inovasi pendidikan pada umumnya, Ebbutt dan Straker (1995: 10-63) dalam Marsigit, mendefinisikan matematika sekolah yang selanjutnya disebut sebagai matematika, sebagai berikut:

1.      Matematika sebagai kegiatan penelusuran pola dan hubungan Guru dalam pembelajaran di kelas diharapkan mampu:

- memberi kesempatan siswa untuk melakukan kegiatan penemuan dan penyelidikan pola-pola untuk menentukan hubungan, • memberi kesempatan kepada siswa untuk melakukan percobaan dengan berbagai cara,

- mendorong siswa untuk menemukan adanya urutan, perbedaan, perbandingan, pengelompokan, dsb,

- mendorong siswa menarik kesimpulan umum,

- membantu siswa memahami dan menemukan hubungan antara pengertian satu dengan yang lainnya.

2.      Matematika sebagai kreativitas yang memerlukan imajinasi, intuisi dan penemuan Guru dalam pembelajaran di kelas diharapkan mampu:

- mendorong inisiatif dan memberikan kesempatan berpikir berbeda,

- mendorong rasa ingin tahu, keinginan bertanya, kemampuan menyanggah dan kemampuan memperkirakan,

- menghargai penemuan yang diluar perkiraan sebagai hal bermanfaat daripada menganggapnya sebagai kesalahan,

- mendorong siswa menemukan struktur dan desain matematika, • mendorong siswa menghargai penemuan siswa yang lainnya, • mendorong siswa berfikir refleksif, dan • tidak menyarankan hanya menggunakan satu metode saja.

3.      Matematika sebagai kegiatan pemecahan masalah (problem solving) Guru dalam pembelajaran di kelas diharapkan mampu:

- menyediakan lingkungan belajar matematika yang merangsang timbulnya persoalan matematika,

- membantu siswa memecahkan persoalan matematika menggunakan caranya sendiri,

- membantu siswa mengetahui informasi yang diperlukan untuk memecahkan persoalan matematika,

- mendorong siswa untuk berpikir logis, konsisten, sistematis dan mengembangkan sistem dokumentasi/catatan,

- mengembangkan kemampuan dan ketrampilan untuk memecahkan persoalan,

- membantu siswa mengetahui bagaimana dan kapan menggunakan berbagai alat peraga/media pendidikan matematika seperti : jangka, kalkulator, dsb.

4.      Matematika sebagai alat berkomunikasi Guru dalam pembelajaran di kelas diharapkan mampu:

- mendorong siswa mengenal sifatmatematika,

- mendorong siswa membuat contoh sifat matematika,

- mendorong siswa menjelaskan sifat matematika,

- mendorong siswa memberikan alasan perlunya kegiatan matematika,

- mendorong siswa membicarakan persoalan matematika,

- mendorong siswa membaca dan menulis matematika,

- menghargai bahasa ibu siswa dalam membicarakan matematika.

 

C.       Ideologi Pendidikan Matematika

Ideologi berasal dari bahasa Yunani yang terdiri dari dua kata yaitu edios yang artinya gagasan atau konsep dan logos yang berarti ilmu. Pengertian ideologi secara umum adalah sekumpulan ide, gagasan, keyakinan dan kepercayaan yang menyeluruh dan sistematis. Ideologi merupakan pedoman yang dipakai oleh seluruh kelompok sebagai dasar cita-cita, nilai dasar dan keyakinan yang dijunjung tinggi.

Terdapat beberapa pendapat mengenai ideologi, diantaranya adalah pendapat dari Raymond William yang menyatakan bahwa ideologi adalah himpunan ide-ide yang muncul dari seperangkat kepentingan tertentu atau secara lebih luas dari sebuah kelas atau kelompok tertentu.

Ciri-ciri ideologi adalah sebagai berikut:

a. Mempunyai derajat yang tertinggi sebagai nilai hidup kebangsaan dan kenegaraan

b.   Mewujudkan suatu asas kerohanian, pandangan dunia, pedoman hidup yang dipelihara, diamalkan, dilestarikan kepada generasi berikutnya, diperjuangkan dan dipertahankan dengan kesediaan berkorban.

Fungsi ideologi menurut beberapa pendapat ahli:

a.       Sebagai sarana untuk memformulasikan dan mengisi kehidupan manusia secara individual (Cahyono, 1986)

b.      Sebagai jembatan pergeseran kendali kekuasaan dari generasi tua (founding fathers) dengan generasi muda (Setiardja, 2001)

c.       Sebagai kekuatan yang mampu memberi semangat dan motivasi individu, masyarakat, dan bangsa untuk menjalani kehidupan dalam mencapai tujuan (Hidayat, 2001)

Filsafat Pendidikan Matematika meliputi beberapa masalah inti pendidikan matematika mengenai ideologi, landasan, dan tujuannya. Dalam perspektif yang lebih umum, dapat dikatakan bahwa filosofi pendidikan matematika bertujuan  menjelaskan dan menjawab pertanyaan-pertanyaan tentang status dan dasar objek dan metode pendidikan matematika.

Ideologi pendidikan matematika mengemukakan tentang bagaimana pendidikan matematika dapat diimplementasikan baik secara radikal, konservatif, liberal ,dan demokrasi. Dasar pendidikan matematika menyediakan pembenaran mendapatkan status dan dasar dalam kasus ontologi, epistemologi dan aksiologi.

Matematika terdiri dari ide-ide pemikiran yang dibatasi oleh ruang dan waktu. Sedangkan matematika sekolah lebih menekankan pada Matematika sebagai kegiatan mencari pola dan hubungan. Matematika adalah kegiatan kreatif yang melibatkan imajinasi, intuisi dan penemuan; Matematika sebagai sarana pemecahan masalah. Matematika sebagai sarana mengkomunikasikan informasi atau ide.

 

D.      Teori dan Model-model Pendidikan Matematika

Perubahan pandangan terhadap matematika sangat berkait dengan teori belajar yang mendukungnya. Pembelajaran secara perlahan mengalami perubahan dalam tujuan peningkatan prestasi siswa. Beberapa pendekatan pembelajaran yang memengaruhi peningkatan kualitas pembelajaran pendidikan matematika Indonesia adalah pendekatan Realistic Mathematics Education (RME), Pendekatan Open Ended, Pendekatan Kontekstual, Lesson Study, dan terakhir pendekatan saintifik.

Perjalanan pembelajaran matematika tidak terlepas dari teori-teori belajar yang telah bervariasi di buat oleh para ahli. Banyaknya teori belajar memiliki persamaan yang intinnya adalah menciptakan pembelajaran yang paling sesuai dengan siswa.

Bell (1978: 97) mengemukakan bahwa tiap teori dapat dipandang sebagai suatu metoda untuk mengorganisasi serta mempelajari berbagai variabel yang berkaitan dengan belajar dan perkembangan intelektual, dan dengan demikian gur dapat memilih serta menerapkan elemen-elemen teori tertentu dalam pelaksanaan pengajaran di kelas.

Gagasan tentang belajar bermakna yang dikemukakan oleh William Brownell pada awal pertengahan abad 20 merupakan ide dasar teori konstruktivisme. Menurut Brownell, matematika dapat dipandang suatu sistem yang terdiri atas ide, prinsip dan proses sehingga keterkaitan antar aspek-aspek tersebut harus dibangun dengan penekanan bukan pada memori atau hapalan melainkan pada aspek penalaran atau intelegensi anak.

Reys mengemukakan bahwa matematika haruslah make sense. Jika matematika disajikan kepada anak dengan cara yang demikian, maka konsep yang dipelajari menjadi punya arti, dipahami sebagi suatu disiplin, terstruktur dan memiliki keterkaitan satu dengan yang lainnya.

Dalam NCTM Standar (1989) belajar bermakna merupakan landasan utama untuk terbentuknya matematika connection.Pembelajaran matematika haruslah di arahkan 1. menggunakan koneksi matematika antar ide matematik 2. memahami keterkaitan materi yang satu dengan yang lain sehingga terbangun pemahaman yang menyeluruh dan memperhatikan serta menggunakan matematika dalam konteks di luar maatematika.

Piaget berpendapat bahwa matematika tidak diterima secara pasif matematika dibentuk dan ditemukan oleh anak secara aktif.Sebaiknya matematika dikonstruksi oleh anak bukan diterima dalam bentuk jadi.

Dienes mempunyai pendapat anak mengkontruksi pengetahuan baru matematika melalui refleksi terhadap aksi-aksi baik yang dilakukan bersifat fisik maupun mental.Mereka melakukan observasi untuk menemukan keterkaitan dan pola serta membentuk generalisasi dan abstraksi.

Brunner berpandangan bahwa belajar merefleksikansesuatu proses sosial yang didalamnya anak terlibat dalam dialog dan diskusi baik dengan diri mereka sendiri maupun orang lain termasuk guru sehingga mereka berkembang secara intelektual.

Pendapat dari ketiga ahli tersebut memberi indikasi bahwa konstruksivisme merupakan suatu proses yang memerlukan waktu serta merefleksikan sejumlah tahapan perkembangan dalam memahami konsep-konsep matematika.

Vygotsky (John dan Thorton, 1993), proses peningkatan pemahaman pada diri siswa terjadi sebagai akibat adanya pembelajaran. Diskusi yang dilakukan antara guru dan siswa dalam pembelajaran, mengilustrasikan bahwa interaksi sosial yang berupa diskusi ternyata mampu memberikan kesempatan pada siswa untuk mengoptimalkan proses belajarnya. Interkasi seperti itu memungkinkan guru dan siswa untuk berbagi dan memodifikasi cara berfikir masing-masing. Selain itu terdapat juga kemungkinan bagi sebagian siswa untuk menampilkan argumentasi mereka sendiri serta bagi siswa lainnya memperoleh kesempatan untuk mencoba menangkap pola fikir siswa lainnya. Rangkaian di atas diyakini akan membimbing siswa untuk berpikir menuju ke tahapan yang lebih tinggi. Proses ini menurut Vygotsky disebut zone of proximal development (ZPD).

Menurut Vygotsky belajar dapat membangkitkan berbagai proses mental tersimpan yang hanya bisa dioperasikan manakala orang berinteraksi dengan orang dewasa atau berkolaboras sesama teman.Pengembangan kemampuan yang diperoleh melalui proses belajar sendiri pada saat melakukan pemecahan disebut actual development, sedangkan perkembangan yang terjadi sebagai akibat adanya interaksi dengan guru atau siswa lain yang mempunyai kesempatan lebih tinggi disebut potential development.

Selanjutnya dalam matematika kita kenal adanya perkembangan intelektual atau kognitif yang diprakarsai oleh Piaget, Brunner dan Dienes.Menurut Piaget perkembangan kognitif mencakup sensori motor, preoperasi,operasi konkrit,dan operasi formal.Piaget( dalam Bell, 1978) juga menyatakan bahwa perkembangan intelektual anak merupakan suatu proses asimilasi dan akomodasi informasi ke dalam struktur mental. Asimilasi adalah suatu proses dimana informasi atau pengalaman yang diperoleh seseorang ke dalam struktur mentalnya.Sedangkan akomodasi adalah terjadinya restrukturisasi dalam otak sebagi akibat adanya informasi atau pengalaman baru.Piaget selanjutnya menjelaskan bahwa perkembangan mental seseorang dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor yakni kematangan, pengalaman fisik, pengalaman matematis-logis, transmisi sosial (interaksi sosial) dan keseimbangan.

Brunner mengemukakan bahwa perkembangan intelektual anak itu mencakup tahapan enaktif, ikonik dan simbolik.Pada tahapan enaktif, anak biasanya sudah bisa melakukan manipulasi, konstruksi, serta penyusunan dengan memanfaatkan benda- benda konkrit.Pada tahap ikonik anak sudah mampu berfikir representatif yakni dengan menggunakan gambar atau turus.Pada tahap simbolik anak sudah mampu memiliki kemampuan untuk berfikir atau melakukan dengan simbol-simbol.

Selanjutnya teori-teori tersebut menumbuhkan gagasan merupa model-model pembelajaran. Menurut Slavin (2010), model pembelajaran adalah suatu acuan kepada suatu pendekatan pembelajaran termasuk tujuannya, sintaksnya, lingkungannya, dan sistem pengelolaanya.

Menurut Soekamto (1995:78) mendefinisikan “Model pembelajaran adalah kerangka konseptual yang melukiskan prosedur sistematis dalam mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan belajar tertentu dan berfungsi sebagai pedoman para perancang pembelajaran dan para pengajar dalm merencanakan dan melakukan aktivitas pembelajaran”

Menurut Sagala (2005: 175) sebagaimana dikutip oleh Setiawan (2009: 27), mengemukakan bahwa model pembelajaran adalah kerangka konseptual yang melukiskan prosedur yang sistematis dalam mengorganisasikan pengalaman belajar peserta didik untuk mencapai tujuan belajar tertentu dan berfungsi sebagai pedoman bagi perancang pembelajaran dan guru dalam merencanakan dan melaksanakan aktivitas belajar mengajar.

Model pembelajaran adalah kerangka konseptual yang melukiskan prosedur sistematika mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapaitujuan belajar tertentu. Macam-macam Model Pembelajaran dapat singkat sebagai berikut:

a.         Model Pembelajaran Langsung

Pembelajaran langsung dapat didefinisikan sebagai transformasi informasi atau keterampilan secara langsung kepada peserta didik, pembelajaran berorientasi pada tujuan dan distrukturkan oleh guru. (Depdiknas, 2010: 24).

Menurut Killen dalam depdiknas (2010: 23) pembelajaran langsung atau Direct Instruction merujuk pada berbagai teknik pembelajaran ekspositori (pemindahan pengetahuan dari guru kepada murid secara langsung, yang melibatkan seluruh kelas.

b.         Model Pembelajaran Berbasis Masalah (PBM)

Model pengajaran berdasarkan masalah ini telah dikenal sejak zaman John Dewey. Menurut Arends (dalam Trianto, 2010:92-94) pengajaran berdasarkan masalah merupakan suatu pendekatan pembelajaran di mana siswa mengerjakan permasalahan yang autentik dengan maksud untuk menyusun pengetahuan mereka sendiri, mengembangkan inquiri dan keterampilan berpikir tingkat lebih tinggi, mengembangkan kemandirian, dan percaya diri

Menurut Tan (dalam Rusman, 2011:229) Pembelajaran Berbasis Masalah merupakan inovasi dalam pembelajaran karena dalam PMB kemampuan berpikir siswa betul-betul dioptimalisasikan melalui proses kerja kelompok atau tim yang sistematis, sehingga siswa dapat memberdayakan, mengasah, menguji, dan mengembangkan kemampuan berpikirnya secara berkesinambungan.

c.         Model Pembelajaran Kooperatif

Menurut Isjoni (2009: 5) Pada model Pembelajaran Kooperatif siswa diberi kesempatan untuk berkomunikasi dan berinteraksi sosial dengan temannya untuk mencapai tujuan pembelajaran, sementara guru bertindak sebagai motivator dan fasilitator aktivitas siswa. Artinya dalam pembelajaran ini kegiatan aktif dengan pengetahuan dibangun sendiri oleh siswa dan mereka bertanggung jawab atas hasil pembelajarannya.

Menurut Slavin (1985), Pembelajaran Kooperatif adalah suatu model pembelajaran dimana siswa belajar dan bekerja dalam kelompok-kelompok kecil secara kolaboratif yang anggotanya 4-6 orang dengan struktur kelompok heterogen.

 

E.       Inovasi pendidikan matematika

Inovasi dalam KBBI dapat diartikan sebagai pemasukan atau pengenalan hal-hal yang baru; pembaruan, penemuan baru yang berbeda dari yang sudah ada atau yang sudah dikenal sebelumnya (gagasan, metode, atau alat). Secara etimologi berasal dari Kata Latin innovation yang berarti pembaharuan atau perubahan. inovasi ialah suatu perubahan yang baru menuju kearah perbaikan, yang lain atau berbeda dari yang ada sebelumnya, yang dilakukan dengan sengaja dan berencana (tidak secara kebetulan). Istilah perubahan dan pembaharuan ada pebedaan dan persamaanya. Perbedaannya, kalau pada pembaharuan ada unsur kesengajaan. Persamaannya. Yakni sama sama memilki unsur yang baru atau lain dari yang sebelumnya. Kata “Baru” dapat juga diartikan apa saja yang baru dipahami, diterima, atau dilaksanakan oleh si penerima inovasi, meskipun bukan baru lagi bagi orang lain. Nemun, setiap yang baru itu belum tentu baik setiap situasi, kondisi dan tempat. Inovasi Pendidikan menurut Ibrahim (1988) mengemukakan bahwa inovasi pendidikan adalah inovasi dalam bidang pendidikan atau inovasi untuk memecahkan masalah pendidikan. Jadi, inovasi pendidikan adalah suatu ide, barang, metode yang dirasakan atau diamati sebagai hal yang baru bagi seseorang atau kelompok orang (masyarakat), baik berupa hasil intervensi (penemuan baru) atau discovery (baru ditemukan orang), yang digunakan untuk mencapai tujuan pendidikan atau memecahkan masalah pendidikan nasional.

Berbicara mengenai inovasi (pembaharuan) mengingatkan kita pada dua istilah yaitu invention dan discovery. Invention adalah merupakan penemuan sesuatu yang benar-benar baru, artinya merupakan hasil karya manuasia. Sedangkan discovery adalah penemuan sesuatu (benda yang sebenarnya telah ada sebelumnya. Dengan demikian, inovasi dapat diartikan usaha menemukan benda yang baru dengan jalan melakukan kegiatan (usaha) Dalam kaitan ini Ibrahim (1989) mengatakan bahwa inovasi adalah penemuan yang dapat berupa sesuatu ide, barang, kejadian, metode yang diamati sebagai sesuatu hal yang baru bagi seseorang atau sekelompok orang (masyarakat). Inovasi dapat berupa hasil dari invention atau discovery. Inovasi dilakukan dengan tujuan tertentu atau untuk memecahkan masalah (Subandiyah 1992:80). Proses dan tahapan perubahan itu ada kaitannya dengan masalah pengembangan (development), penyebaran (diffusion), diseminasi (dissemination), perencanaan (planning), adopsi (adoption), penerapan (implementation) dan evaluasi (evaluation) (Subandiyah 1992:77). Di sekolah, para guru menciptakan strategi atau metode mengajar yang menurutnya sesuai dengan akal yang sehat, berkaitan dengan situasi dan kondisi bukan berdasarkan pengalaman guru tersebut. Di berbagai bidang, para pencipta inovasi melakukan perubahan dan inovasi untuk bidang yang ditekuninya berdasarkan pemikiran, ide, dan pengalaman dalam bidangnya itu, yang telah digeluti berbualan-bulan bahkan bertahun-tahun. Inovasi yang demikian memberi dampak yang lebih baik dari pada model inovasi yang pertama. Hal ini disebabkan oleh kesesuaian dengan kondisi nyata di tempat pelaksanaan inovasi tersebut. Jenis strategi inovasi yang ketiga adalah normatif re-edukatif (pendidikan yang berulang) adalah suatu strategi inovasi yang didasarkan pada pemikiran para ahli pendidikan seperti Sigmund Freud, John Dewey, Kurt Lewis dan beberapa pakar lainnya (Cece Wijaya (1991), yang menekankan bagaimana klien memahami permasalahan pembaharuan seperti perubahan sikap, skill, dan nilai-nilai yang berhubungan dengan manusia. Dalam pendidikan, sebuah strategi bila menekankan pada pemahaman pelaksana dan penerima inovasi, maka pelaksanaan inovasi dapat dilakukan berulang kali. Misalnya dalam pelaksanaan perbaikan sistem belajar mengajar di sekolah, para guru sebagai pelaksana inovasi berulang kali melaksanakan perubahan-perubahan itu sesuai dengan kaidah-kaidah pendidikan. Kecenderungan pelaksanaan model yang demikian agaknya lebih menekankan pada proses mendidik dibandingkan dengan hasil dari perubahan itu sendiri. Pendidikan yang dilaksanakan lebih mendapat porsi yang dominan sesuai dengan tujuan menurut pikiran dan rasionalitas yang dilakukan berkali-kali agar semua tujuan yang sesuai dengan pikiran dan kehendak pencipta dan pelaksananya dapat tercapai. Para ahli mengungkapkan berbagai persepsi, pengertian, interpretasi tentang inovasi seperti Kennedy (1987), White (1987), Kouraogo (1987) memberikan berbagai macan definisi tentang inovasi yang berbeda-beda.

 

F.        Contoh

Inovasi yang dilakukan para ahli maupun praktisi sudah sangat banyak dipublikasikan. Para peneliti juga sudah berkali-kali mengaplikasikannya dalam pembelajaran. Dari hal tersebut maka disini dapat dirangkum menjadi beberapa contoh inovasi yang telah dilakukan sebelumnya. 

1.    Pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL)

Pembelajaran Contextual Teaching And Learning (CTL) merupakan suatu pembelajaran holistik yang mempunyai tujuan membantu siswa dalam memahami makna dari materi ajar khususnya pada bidang studi matematika dengan cara mengaitkan materi ajar dengan konteks dalam kehidupan sehari-hari (konteks pribadi sosial dan kultural). Secara operasional terdapat tujuh komponen utama penerapan CTL di dalam kelas yaitu : kontrukstivisme (contructivism), bertanya (questioning), inkuiri (inquiry), masyarakat belajar (learning community), pemodelan (modeling), dan penilaian autentik (authentic assement)

2.      Pembelajaran Kooperatif (cooperative learning)

Merupakan bentuk pembelajaran dengan cara siswa belajar dan bekerja dalam kelompok-kelompok kecil secara kolaboratif yang anggotanya terdiri dari empat sampai enam orang dengan struktur kelompok yang bersifat heterogen.

3.      Penerapan Strategi Pembelajaran Realistic Mathematics Education (RME) pada pembelajaran matematika

Pembelajaran matematika realistik merupakan suatu strategi pembelajaran yang menggunakan masalah kontekstual sebagai titik tolak dalam belajar matematika. Dimulai dari masalah kontekstual siswa diberi kebebasan untuk menyelesaikan masalah kontekstual tersebut dengan cara sendiri sesuai dengan pengetahuan awal yang dimiliki. Masalah-masalah kontekstual yang diberikan guru adalah masalah-masalah yang memang semestinya akan dapat diselesaikan oleh siswa dengan pengalaman kehidupan mereka sendiri. Hal lain di dalam model pembelajaran Realistic Mathematic  Education (RME) yang dapat memacu kreativitas siswa adalah besarnya  kontribusi siswa dalam proses pembelajaran, sehingga pembelajaran  berpusat pada siswa. Kontribusi siswa pada saat pembelajaran sangat diharapkan, mereka secara bebas dapat mengemukakan ide-ide dalam menyelesaikan masalah matematika serta meningkatkan kemampuan literasi matematika nya.

4.      Pembelajaran matematika dengan pendekatan Etnomatematika

            Etnomatematika merupakan suatu pendekatan yang dapat diterapkan dalam pembelajaran matematika dengan media budaya yang ada di sekitar siswa. Etnomatematika bisa menjadi salah satu alternatif yang dapat diterapkan dalam kegiatan pembelajaran matematika, dengan menyajikan konteks nyata berawal dari budaya- budaya di sekitar siswa diharapkan bisa menumbuhkan motivasi yang tinggi dalam belajar matematika.

5.      Pembelajaran Matematika dengan menerapkan Project Based Learning (PJBL)

Project Based Learning adalah model pembelajaran yang berfokus pada konsep-konsep dan prinsip utama dari suatu disiplin, melibatkan siswa dalam kegiatan pemecahan masalah dan tugas-tugas bermakna lainnya, memberi peluang siswa bekerja secara otonom mengkonstruki belajar mereka sendiri, dan puncaknya menghasilkan produk karya siswa bernilai, dan realistik. Berbeda dengan model-model pembelajaran tradisional yang umumnya bercirikan praktik kelas berdurasi pendek, terisolasi, dan aktivitas pembelajaran berpusat pada guru; model PjBL menekankan kegiatan belajar yang relatif berdurasi panjang, holisticinterdisipliner, berpusat pada siswa, dan terintegrasi dengan praktik dan isu-isu dunia nyata.

Pembelajaran berbasis proyek berfokus pada pembelajaran aktif dimana siswa mengekspolrasi pertanyaan autentik atau tugas, mengembangkan rencana, merenung mengevaluasi solusi, dan menghasilkan beberapa representasi dari ide ide. Jadi, pembelajaran berbasis proyek adalah suatu model pembelajaran yang melibatkan suatu proyek dalam proses pembelajaran. Proyek yang dikerjakan oleh peserta didik dapat berupa proyek perseorangan atau kelompok dan dilaksanakan dalam jangka waktu tertentu secara kolaboratif, menghasilkan sebuah produk, yang hasilnya kemudian akan ditampilkan atau dipresentasikan.

DAFTAR PUSTAKA

 

Al-Syahrastani, Imam Ahmad, 1404. al-Milal wa al-Nihal Juz 2, Kairo: Daar el Fikr.

Jalaluddin & Abdullah Idi. 2007. Filsafat Pendidikan: Manusia, Filsafat, dan Pendidikan. Yogyakarta: Ar-Ruzz Media.

Kebung, Konrad, 2008. Filsafat Itu Indah, Jakarta: Prestasi Pustaka.

Kemendikbud, 2021. https://kbbi.kemdikbud.go.id/entri/nul diakses pada 25/12/2021 pukul 12.30 WIB.

Knight, George R., 2007. Isues and Alternatives in edication Philosophy (terjemah oleh Mahmud Arif:. Filsafat Pendidikan), Yogyakarta: Gama Media.

Marsigit. 2009. Philosopy of Mathematics Education. Modul Mata Kuliah Filsafat Ilmu. Program Pascasarjana Universitas Negeri Yogyakarta.

Marsigit. 2010. Filsafat Matematika dan Ilmu Pengetahuan. Modul Mata Kuliah Filsafat Ilmu Program S2 Pendidikan Matematika dan Pendidikan Sains Bilingual. Program Pascasarjana Universitas Negeri Yogyakarta. Marsigit. ----. Asumsi Dasar Karakteristik Matematika, Subyek Didik dan Belajar Matematika Sebagai Dasar Pengembangan Kurikulum Matematika Berbasis Kompetensi Di SMP. FMIPA Universitas Negeri Yogyakarta.

Suhendra, dkk. 2007. Pengenbangan Kurikulum dan Pembelajaran Matematika. Jakarta: Universitas Terbuka.

Suriasumantri, Jujun S., 2003. Filsafat Ilmu, Sebuah Pengantar Populer, Jakarta: Pustaka Sinar Harapan.

Widodo, Sembodo Ardi, 2015. Pendidikan dalam Prespektif Aliran-aliran Filsafat. Yogyakarta: Idea Press.

Dienes, Z.P  1969. Mathematic in The Primary School. London: Macmillan and Co Ltd

Piaget, J., 1974. The Child's Construction Of Quantities.London: Routledge & Kegan Paul

Ruseffendi, E.T., 1984. Dasar-dasar Matematika Modern untuk Guru. Bandung: Tarsito.

Ingsun

mbantul, jogjakarta, Indonesia