: eM
beberapa waktu lalu ihtiar aku ketuk pintu
engkau sibak tirai jendela ragu-ragu
aku tersenyum padamu
ikhbar bahwa niatku baik bertamu
perlahan kau buka pintu, masih ragu-ragu
di ruang tamu aku bicara kau simak dengan seksama
lalu aku diam kau gantian tadarus kata-kata
aku memasang telinga
; dan hatiku tentu saja
tiba-tiba kita sudah ribuan tahun seolah saling mushafahah cengkrama
kisah kita berkelit kelindan berpeluk dalam walimah cerita
lalu, kau hidangkan secawan senyum di atas meja
pertanda kau jabat akad hatiku dengan mesra
aku tenggelam di dalamnya tak hendak beranjak kemana
seperti bayi yang nyaman di peluk gendongan
seperti anak berkecipak di genang sisa hujan
namun seperti halnya kilat, ia terlihat hanya cukup sekejap
sehabis halaqoh cengkrama menahun kita
endap rasa tiba-tiba harus tersapu bersih
oleh hujan istikhoroh yang banjir air mata, api, dan sedih
seketika cawanku telah hilang senyuman
lalu aku tenggelam di kubang sisa pembuangan
tak pulang juga tak tinggal singgah dengan nyaman
namun, siapa hendak mendawamkan sujud pada sajadah perih
beranjak dan pergi bukan pula menghilangkan nyeri
tetapi hanya mengulur jarak untuk melihat kepedihan kembali
maka kupilih diam
tidak berpaling juga tidak mengulang
kutawakalkan pada sang Waktu biarlah yang menggiring
jika hari telah sepakat senja, biarlah gelap yang akan tiba
jika hari telah sepakat pagi, pastilah mentari bersinar kembali
matapena, 26 maret 2013
beberapa waktu lalu ihtiar aku ketuk pintu
engkau sibak tirai jendela ragu-ragu
aku tersenyum padamu
ikhbar bahwa niatku baik bertamu
perlahan kau buka pintu, masih ragu-ragu
di ruang tamu aku bicara kau simak dengan seksama
lalu aku diam kau gantian tadarus kata-kata
aku memasang telinga
; dan hatiku tentu saja
tiba-tiba kita sudah ribuan tahun seolah saling mushafahah cengkrama
kisah kita berkelit kelindan berpeluk dalam walimah cerita
lalu, kau hidangkan secawan senyum di atas meja
pertanda kau jabat akad hatiku dengan mesra
aku tenggelam di dalamnya tak hendak beranjak kemana
seperti bayi yang nyaman di peluk gendongan
seperti anak berkecipak di genang sisa hujan
namun seperti halnya kilat, ia terlihat hanya cukup sekejap
sehabis halaqoh cengkrama menahun kita
endap rasa tiba-tiba harus tersapu bersih
oleh hujan istikhoroh yang banjir air mata, api, dan sedih
seketika cawanku telah hilang senyuman
lalu aku tenggelam di kubang sisa pembuangan
tak pulang juga tak tinggal singgah dengan nyaman
namun, siapa hendak mendawamkan sujud pada sajadah perih
beranjak dan pergi bukan pula menghilangkan nyeri
tetapi hanya mengulur jarak untuk melihat kepedihan kembali
maka kupilih diam
tidak berpaling juga tidak mengulang
kutawakalkan pada sang Waktu biarlah yang menggiring
jika hari telah sepakat senja, biarlah gelap yang akan tiba
jika hari telah sepakat pagi, pastilah mentari bersinar kembali
matapena, 26 maret 2013