Oleh Ahmad Zaki (NIM. 21309251084 )
Program RPL S2 Pendidikan Matematika UNY
Email: ahmadzaki.2021@student.uny.ac.id
Abstrak
Kajian ilmiah ulisan ini membahas
tentang inovasi dan peranan filsafat dalam pendidikan matematika, permasalahan
ideologi, teori, model, serta contoh dan penerapannya dalam dunia pendidikan
matematika.
Filsafat tidak bisa lepas dalam pendidikan matematika. Filsafat
dibutuhkan untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan secara sistematis,
integral, menyeluruh, dan mendasar. Filsafat pendidikan matematika mencakup
tiga hal yaitu: tujuan dan nilai pendidikan matematika, teori belajar, teori
mengajar. Siswa seharusnya mengembangkan kemampuan yang mereka miliki untuk
menganalisis masalah matematika.
Teori belajar menggambarkan pentingnya siswa belajar secara aktif
menggunakan matematika dengan tujuan untuk mempelajarinya. Konsep matematika
saling berhubungan, dalam hal ini siswa perlu memahami sebuah konsep awal
sebelum mempelajari topik selanjutnya. Oleh karenanya, dalam mempelajari
matematika siswa harus memiliki pengalaman membangun dan menyerap konsep
matematika dengan menemukan hubungan atau menguji ide dalam kontek yang baru. Pengajaran matematika
berkaitan dengan memfasilitasi proses belajar siswa oleh karenanya, guru yang
baik harus
selalu berinovasi untuk kebutuhan kognitif siswa sesuai dengan zamannya dengan
model-model yang efektif berlandaskan ideologi yang mencerahkan.
Kata kunci/Keyword: Filsafat, Inovasi,
Pendidikan matematika.
A. Pendahuluan
Inovasi
menjadi salah satu harapan pudarnya skeptisisme. Socrates berkata, “Jangan
paksakan anak-anakmu mengikuti jejakmu, mereka diciptakan untuk kehidupan di
zaman mereka, bukan zamanmu.” (al-Syahrastani, 1404: 82). Sangat penting adanya
inovasi dalam pengajaran matematika yang sesuai dengan zamannya agar sampai
kepada tujuan yang semestinya yaitu mencerdaskan kehidupan bangsa khususnya
dalam kaitan masalah-masalah matematika. Dalam proses mencerdasakan tersebut
tidak akan lepas dari kajian dan praktik filsafat. Sebab filsafat adalah bagian
tak terpisahkan dari proses pendidikan.
Filsafat adalah karya akal budi yang membuka
kemungkinan manusia memikirkan tentang kebenaran hakiki. Berfilsafat akan
menumbuhkan pohon keingin tahuan yang berpijak pada akar-akar keraguan. Jika
filsafat dijadikan dasar berfikir dari segala pengetahuan, maka kebenaran
menyeluruh adalah buah dari keutuhan ilmu. Sebab menurut socrates (Jujun, 2008:
20), yang saya tahu, adalah saya tidak tahu!
Filsafat berasal dari bahasa Yunani yang
berarti cinta pengetahuan atau kebenaran. Pemikiran-pemikiran dalam filsafat
didasarkan atas pemikiran manusia dan hasilnya sangat tergantung pada pandangan
filosof atau manusia yang bersangkutan (Jalaluddin, 2007: 17). Maka
kerendahhatian dan rasa haus tentang ilmu akan menjadi umpan terbaik bagi
ikan-ikan semangat pencarian ilmu sampai mendapatkannya.
Pendidikan matematika adalah proyeksi akal budi
filsafat dalam memberikan solusi kehidupan. Perkembangan ilmu,
teknologi, industri, dan penerapan-penerapan baru dalam menyelesaikan
permasalahan kehidupan manusia menempatkan matematika pada posisi penting dalam
pengetahuan. Matematika diperlukan bukan hanya sebagai bahasa, akan tetapi
matematika menjadi media atau alat yang penting dalam hampir seluruh aktivitas
kehidupan manusia, terutama dalam pengembangan ilmu pengetahuan, teknologi,
industri, sosial, dan budaya (Suhendra, 2007: 71).
Namun Filsafat belum sepenuhnya disadari menjadi
dasar pendidikan matematika maupun berfikir matematis. Sehingga kadang didapati
ilmuan matematika menjadi picik, menganggap matematika superior di atas ilmu
yang lain. Lalu menganggapnya berdiri sendiri dalam puncak-puncak penemuan
ilmu. Keputusan ini menjadikan matematika tak terjangkau bagi pemula. Inovasi
terjadi dalam matematika tapi justru pendidikan matematika jauh dari tujuannya,
yaitu transfer pengetahuan yang dapat mengurai benang kusut permasalahan
pendidikan matematika.
Sampai saat ini matematika masih menjadi momok siswa
dalam pengajaran di sekolah. Sebab memang untuk memperdalam
pemahaman mengenai pembelajaran matematika tentunya bukan hal yang mudah, atau
dapat pula dikatakan bahwa mengajar matematika itu sulit, sebab siswa sulit
belajar matematika (Marsigit, 2009). Kesulitan tersebut bisa jadi mengantarkan
pada sikap skeptisisme dalam arti sempit, dimana siswa menganggap tidaklah
mungkin mencapai keberhasilan dalam pendidikan matematika. Pukulan telak
skeptisisme akan membuat tindakan konsisten dan cerdas menjadi tidak mungkin (George,
2007: 31). Untuk itu diperlukan inovasi yang nyata dalam filsafat yang pada
akhirnya bermuara pada perbaikan pendidikan.
B. Filsafat
Pendidikan Matematika dan Penerapannya
Penerapan filsafat pendidikan dalam
pembelajaran matematika dapat membantu guru untuk memahami pentingnya konsep
pendidikan matematika, praktik pembelajaran matematika, serta memahami bahasa
matematika. Selanjutnya diharapkan akan terwujud pembelajaran matematika yang
membawa siswa mampu mengembangkan diskusi mengenai bagaimana menemukan
matematika, metodologi apa yang diterapkan, dan bagaimana pengetahuan
matematika mencapai status sebagai ilmu yang terjamin, bagaimana siswa
mengembangkan pengalaman matematika mereka, apa nilai matematika, asal-usul
siswa, tujuan pendidikan matematika, asal-usul siswa belajar matematika,
asal-usul sumber belajar mengajar, dan asal-usul matematika sekolah (Marsigit,
2009).
Konsep pengajaran dan pembelajaran
matematika lebih khusus mengenai maksud dan tujuan, silabus, buku teks,
kurikulum, metode mengajar, prinsip didikan, teori belajar, penelitian
pendidikan matematika, konsepsi guru mengenai matematika, dan pengajaran
matematika yang sebaik persepsi siswa terhadap matematika, membawa bersama
mereka atau bahkan berhenti pada pandangan filsafat dan epistimologi dari
matematika (Marsigit, 2009).
Pandangan yang lebih umum mengenai filsafat
pendidikan matematika memiliki tujuan untuk memperjelas dan menjawab pertanyaan
tentang status dan pondasi (foundation) dari objek dan metode pendidikan
matematika. Secara ontologi menjelaskan mengenai sifat dasar dari masing-masing
komponen pendidikan matematika, secara epistimologi menjelaskan apakah semua
penyataan yang berarti dalam pendidikan matematika mempunyai tujuan dan
menentukan kebenaran (Marsigit, 2009). Agar pembelajaran matematika dapat
memenuhi tuntutan inovasi pendidikan pada umumnya, Ebbutt dan Straker (1995:
10-63) dalam Marsigit, mendefinisikan matematika sekolah yang selanjutnya
disebut sebagai matematika, sebagai berikut:
1.
Matematika sebagai kegiatan penelusuran
pola dan hubungan Guru dalam pembelajaran di kelas diharapkan mampu:
- memberi kesempatan
siswa untuk melakukan kegiatan penemuan dan penyelidikan pola-pola untuk menentukan
hubungan, • memberi kesempatan kepada siswa untuk melakukan percobaan dengan
berbagai cara,
- mendorong siswa untuk
menemukan adanya urutan, perbedaan, perbandingan, pengelompokan, dsb,
- mendorong siswa menarik
kesimpulan umum,
- membantu siswa memahami
dan menemukan hubungan antara pengertian satu dengan yang lainnya.
2.
Matematika sebagai kreativitas yang
memerlukan imajinasi, intuisi dan penemuan Guru dalam pembelajaran di kelas
diharapkan mampu:
- mendorong inisiatif dan
memberikan kesempatan berpikir berbeda,
- mendorong rasa ingin
tahu, keinginan bertanya, kemampuan menyanggah dan kemampuan memperkirakan,
- menghargai penemuan
yang diluar perkiraan sebagai hal bermanfaat daripada menganggapnya sebagai
kesalahan,
- mendorong siswa
menemukan struktur dan desain matematika, • mendorong siswa menghargai penemuan
siswa yang lainnya, • mendorong siswa berfikir refleksif, dan • tidak
menyarankan hanya menggunakan satu metode saja.
3. Matematika
sebagai kegiatan pemecahan masalah (problem solving) Guru dalam pembelajaran di
kelas diharapkan mampu:
- menyediakan lingkungan belajar matematika yang
merangsang timbulnya persoalan matematika,
- membantu siswa memecahkan persoalan matematika
menggunakan caranya sendiri,
- membantu siswa mengetahui informasi yang diperlukan
untuk memecahkan persoalan matematika,
- mendorong siswa untuk berpikir logis, konsisten,
sistematis dan mengembangkan sistem dokumentasi/catatan,
- mengembangkan kemampuan dan ketrampilan untuk
memecahkan persoalan,
- membantu siswa mengetahui bagaimana dan kapan
menggunakan berbagai alat peraga/media pendidikan matematika seperti : jangka,
kalkulator, dsb.
4. Matematika
sebagai alat berkomunikasi Guru dalam pembelajaran di kelas diharapkan mampu:
- mendorong siswa mengenal sifatmatematika,
- mendorong siswa membuat contoh sifat matematika,
- mendorong siswa menjelaskan sifat matematika,
- mendorong siswa memberikan alasan perlunya kegiatan
matematika,
- mendorong siswa membicarakan persoalan matematika,
- mendorong siswa membaca dan menulis matematika,
- menghargai bahasa ibu siswa dalam membicarakan
matematika.
C. Ideologi
Pendidikan Matematika
Ideologi berasal dari bahasa Yunani yang terdiri
dari dua kata yaitu edios yang artinya gagasan atau konsep dan logos yang
berarti ilmu. Pengertian ideologi secara umum adalah sekumpulan ide, gagasan,
keyakinan dan kepercayaan yang menyeluruh dan sistematis. Ideologi merupakan
pedoman yang dipakai oleh seluruh kelompok sebagai dasar cita-cita, nilai dasar
dan keyakinan yang dijunjung tinggi.
Terdapat beberapa pendapat mengenai ideologi,
diantaranya adalah pendapat dari Raymond William yang menyatakan
bahwa ideologi adalah himpunan ide-ide yang muncul dari seperangkat kepentingan
tertentu atau secara lebih luas dari sebuah kelas atau kelompok tertentu.
Ciri-ciri ideologi adalah sebagai berikut:
a. Mempunyai derajat yang tertinggi sebagai nilai
hidup kebangsaan dan kenegaraan
b. Mewujudkan suatu asas kerohanian,
pandangan dunia, pedoman hidup yang dipelihara, diamalkan, dilestarikan kepada
generasi berikutnya, diperjuangkan dan dipertahankan dengan kesediaan
berkorban.
Fungsi ideologi menurut beberapa pendapat ahli:
a. Sebagai
sarana untuk memformulasikan dan mengisi kehidupan manusia secara individual
(Cahyono, 1986)
b. Sebagai
jembatan pergeseran kendali kekuasaan dari generasi tua (founding fathers)
dengan generasi muda (Setiardja, 2001)
c. Sebagai
kekuatan yang mampu memberi semangat dan motivasi individu, masyarakat, dan
bangsa untuk menjalani kehidupan dalam mencapai tujuan (Hidayat, 2001)
Filsafat Pendidikan Matematika meliputi beberapa
masalah inti pendidikan matematika mengenai ideologi, landasan, dan tujuannya.
Dalam perspektif yang lebih umum, dapat dikatakan bahwa filosofi pendidikan
matematika bertujuan menjelaskan dan menjawab pertanyaan-pertanyaan
tentang status dan dasar objek dan metode pendidikan matematika.
Ideologi pendidikan matematika mengemukakan tentang
bagaimana pendidikan matematika dapat diimplementasikan baik secara radikal,
konservatif, liberal ,dan demokrasi. Dasar pendidikan matematika menyediakan
pembenaran mendapatkan status dan dasar dalam kasus ontologi, epistemologi dan
aksiologi.
Matematika terdiri dari ide-ide pemikiran yang
dibatasi oleh ruang dan waktu. Sedangkan matematika sekolah lebih menekankan
pada Matematika sebagai kegiatan mencari pola dan hubungan. Matematika adalah
kegiatan kreatif yang melibatkan imajinasi, intuisi dan penemuan; Matematika
sebagai sarana pemecahan masalah. Matematika sebagai sarana mengkomunikasikan
informasi atau ide.
D. Teori dan
Model-model Pendidikan Matematika
Perubahan
pandangan terhadap matematika sangat berkait dengan teori belajar
yang mendukungnya. Pembelajaran secara perlahan mengalami
perubahan dalam tujuan
peningkatan prestasi siswa. Beberapa
pendekatan pembelajaran yang memengaruhi peningkatan kualitas pembelajaran pendidikan matematika Indonesia
adalah pendekatan Realistic
Mathematics Education (RME), Pendekatan Open Ended, Pendekatan
Kontekstual, Lesson Study, dan terakhir
pendekatan saintifik.
Perjalanan pembelajaran matematika tidak
terlepas dari teori-teori belajar yang telah bervariasi di buat oleh
para ahli. Banyaknya teori belajar memiliki persamaan yang intinnya
adalah menciptakan pembelajaran yang paling sesuai dengan siswa.
Bell (1978: 97) mengemukakan bahwa tiap
teori dapat dipandang sebagai suatu metoda untuk mengorganisasi serta mempelajari berbagai
variabel yang berkaitan dengan belajar dan perkembangan
intelektual, dan dengan demikian gur dapat memilih
serta menerapkan elemen-elemen teori tertentu dalam pelaksanaan pengajaran di kelas.
Gagasan tentang belajar bermakna yang
dikemukakan oleh William Brownell pada
awal pertengahan abad 20 merupakan ide dasar teori konstruktivisme. Menurut Brownell, matematika dapat dipandang suatu
sistem yang terdiri atas ide, prinsip dan proses sehingga
keterkaitan antar aspek-aspek tersebut harus dibangun
dengan penekanan bukan pada
memori atau hapalan melainkan pada aspek penalaran atau intelegensi anak.
Reys mengemukakan bahwa matematika haruslah
make sense. Jika matematika
disajikan kepada anak dengan cara yang demikian, maka konsep yang dipelajari menjadi punya arti, dipahami
sebagi suatu disiplin, terstruktur dan memiliki keterkaitan satu dengan yang lainnya.
Dalam NCTM Standar (1989) belajar bermakna
merupakan landasan utama untuk terbentuknya matematika connection.Pembelajaran matematika haruslah di arahkan 1. menggunakan koneksi matematika antar ide matematik
2. memahami keterkaitan materi yang satu dengan yang lain sehingga
terbangun pemahaman yang menyeluruh dan memperhatikan serta
menggunakan matematika dalam konteks di luar maatematika.
Piaget berpendapat bahwa matematika tidak
diterima secara pasif matematika dibentuk
dan ditemukan oleh anak secara aktif.Sebaiknya matematika dikonstruksi oleh anak bukan diterima dalam bentuk jadi.
Dienes mempunyai pendapat
anak mengkontruksi pengetahuan baru matematika melalui refleksi terhadap aksi-aksi
baik yang dilakukan bersifat fisik maupun
mental.Mereka melakukan observasi untuk menemukan keterkaitan dan pola serta membentuk generalisasi dan abstraksi.
Brunner berpandangan bahwa belajar
merefleksikansesuatu proses sosial yang didalamnya
anak terlibat dalam dialog dan diskusi baik dengan diri mereka sendiri maupun
orang lain termasuk
guru sehingga mereka
berkembang secara intelektual.
Pendapat dari ketiga ahli tersebut memberi
indikasi bahwa konstruksivisme merupakan suatu proses yang memerlukan waktu serta merefleksikan sejumlah tahapan perkembangan dalam memahami konsep-konsep matematika.
Vygotsky (John dan Thorton, 1993), proses
peningkatan pemahaman pada diri siswa
terjadi sebagai akibat adanya pembelajaran. Diskusi yang dilakukan antara guru dan siswa dalam pembelajaran,
mengilustrasikan bahwa interaksi
sosial yang berupa diskusi ternyata
mampu memberikan kesempatan pada siswa untuk mengoptimalkan proses belajarnya. Interkasi
seperti itu memungkinkan guru dan siswa
untuk berbagi dan memodifikasi cara berfikir masing-masing. Selain itu terdapat
juga kemungkinan bagi sebagian siswa untuk menampilkan argumentasi mereka sendiri serta bagi siswa lainnya memperoleh kesempatan untuk mencoba
menangkap pola fikir siswa lainnya. Rangkaian di atas diyakini akan
membimbing siswa untuk berpikir menuju ke tahapan
yang lebih tinggi.
Proses ini menurut
Vygotsky disebut zone of
proximal development (ZPD).
Menurut
Vygotsky belajar dapat membangkitkan berbagai
proses mental tersimpan yang hanya bisa dioperasikan
manakala orang berinteraksi dengan orang dewasa
atau berkolaboras sesama teman.Pengembangan kemampuan yang diperoleh melalui
proses belajar sendiri
pada saat melakukan
pemecahan disebut actual development,
sedangkan perkembangan yang terjadi sebagai akibat adanya interaksi dengan guru atau siswa lain yang mempunyai
kesempatan lebih tinggi disebut potential
development.
Selanjutnya dalam matematika kita kenal
adanya perkembangan intelektual atau kognitif
yang diprakarsai oleh Piaget, Brunner
dan Dienes.Menurut Piaget perkembangan kognitif
mencakup sensori motor, preoperasi,operasi konkrit,dan operasi formal.Piaget( dalam Bell, 1978) juga menyatakan bahwa perkembangan intelektual anak merupakan suatu proses
asimilasi dan akomodasi informasi ke dalam struktur
mental. Asimilasi adalah suatu proses dimana informasi atau pengalaman yang diperoleh seseorang ke dalam struktur
mentalnya.Sedangkan akomodasi adalah terjadinya
restrukturisasi dalam otak sebagi akibat adanya informasi atau pengalaman baru.Piaget selanjutnya menjelaskan bahwa
perkembangan mental seseorang dapat dipengaruhi
oleh beberapa faktor yakni kematangan, pengalaman fisik, pengalaman matematis-logis, transmisi sosial (interaksi sosial) dan keseimbangan.
Brunner mengemukakan bahwa perkembangan
intelektual anak itu mencakup tahapan
enaktif, ikonik dan simbolik.Pada tahapan enaktif, anak biasanya sudah bisa melakukan manipulasi, konstruksi, serta
penyusunan dengan memanfaatkan benda- benda konkrit.Pada tahap ikonik anak sudah mampu berfikir representatif yakni dengan menggunakan gambar atau turus.Pada tahap simbolik
anak sudah mampu memiliki
kemampuan untuk berfikir atau melakukan
dengan simbol-simbol.
Selanjutnya teori-teori tersebut
menumbuhkan gagasan merupa model-model pembelajaran. Menurut Slavin (2010),
model pembelajaran adalah suatu acuan kepada suatu pendekatan pembelajaran termasuk tujuannya, sintaksnya,
lingkungannya, dan sistem pengelolaanya.
Menurut
Soekamto (1995:78) mendefinisikan “Model pembelajaran adalah kerangka
konseptual yang melukiskan prosedur sistematis dalam mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai
tujuan belajar tertentu
dan berfungsi sebagai
pedoman para perancang
pembelajaran dan para pengajar dalm merencanakan dan melakukan aktivitas pembelajaran”
Menurut
Sagala (2005: 175) sebagaimana dikutip
oleh Setiawan (2009: 27), mengemukakan bahwa model pembelajaran adalah kerangka konseptual yang melukiskan prosedur
yang sistematis dalam mengorganisasikan pengalaman belajar peserta didik untuk mencapai
tujuan belajar tertentu
dan berfungsi sebagai
pedoman bagi perancang pembelajaran dan guru dalam merencanakan dan melaksanakan aktivitas belajar mengajar.
Model pembelajaran adalah kerangka konseptual yang melukiskan prosedur
sistematika mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapaitujuan belajar tertentu. Macam-macam Model Pembelajaran
dapat singkat sebagai berikut:
a.
Model Pembelajaran Langsung
Pembelajaran langsung
dapat didefinisikan sebagai transformasi informasi atau keterampilan secara
langsung kepada peserta
didik, pembelajaran berorientasi pada tujuan dan distrukturkan oleh
guru. (Depdiknas, 2010: 24).
Menurut Killen dalam depdiknas
(2010: 23) pembelajaran langsung atau Direct
Instruction merujuk pada berbagai teknik pembelajaran ekspositori (pemindahan pengetahuan dari guru kepada murid secara langsung, yang melibatkan seluruh kelas.
b.
Model Pembelajaran Berbasis
Masalah (PBM)
Model pengajaran berdasarkan masalah ini
telah dikenal sejak zaman John Dewey. Menurut Arends (dalam Trianto,
2010:92-94) pengajaran berdasarkan masalah merupakan
suatu pendekatan pembelajaran di mana siswa mengerjakan
permasalahan yang autentik dengan maksud untuk menyusun pengetahuan mereka sendiri,
mengembangkan inquiri dan keterampilan berpikir
tingkat lebih tinggi,
mengembangkan kemandirian, dan percaya
diri
Menurut
Tan (dalam Rusman,
2011:229) Pembelajaran Berbasis
Masalah merupakan inovasi
dalam pembelajaran karena dalam PMB kemampuan
berpikir siswa betul-betul dioptimalisasikan melalui proses kerja kelompok atau tim yang sistematis,
sehingga siswa dapat memberdayakan, mengasah, menguji,
dan mengembangkan kemampuan
berpikirnya secara berkesinambungan.
c.
Model Pembelajaran
Kooperatif
Menurut Isjoni (2009: 5) Pada model
Pembelajaran Kooperatif siswa diberi kesempatan untuk berkomunikasi dan berinteraksi sosial dengan temannya
untuk mencapai tujuan pembelajaran, sementara
guru bertindak sebagai motivator dan fasilitator
aktivitas siswa. Artinya dalam pembelajaran ini kegiatan
aktif dengan pengetahuan dibangun sendiri oleh siswa dan mereka bertanggung jawab atas hasil pembelajarannya.
Menurut Slavin (1985), Pembelajaran
Kooperatif adalah suatu model pembelajaran
dimana siswa belajar dan bekerja dalam kelompok-kelompok kecil secara kolaboratif yang anggotanya 4-6 orang dengan
struktur kelompok heterogen.
E. Inovasi
pendidikan matematika
Inovasi dalam KBBI dapat
diartikan sebagai pemasukan atau pengenalan hal-hal yang baru;
pembaruan, penemuan baru yang berbeda dari yang sudah ada atau yang sudah
dikenal sebelumnya (gagasan, metode, atau alat). Secara etimologi
berasal dari Kata Latin innovation yang berarti pembaharuan atau
perubahan. inovasi ialah suatu perubahan yang baru menuju kearah perbaikan,
yang lain atau berbeda dari yang ada sebelumnya, yang dilakukan dengan sengaja
dan berencana (tidak secara kebetulan). Istilah perubahan dan pembaharuan ada
pebedaan dan persamaanya. Perbedaannya, kalau pada pembaharuan ada unsur
kesengajaan. Persamaannya. Yakni sama sama memilki unsur yang baru atau lain
dari yang sebelumnya. Kata “Baru” dapat juga diartikan apa saja yang baru
dipahami, diterima, atau dilaksanakan oleh si penerima inovasi, meskipun bukan
baru lagi bagi orang lain. Nemun, setiap yang baru itu belum tentu baik setiap
situasi, kondisi dan tempat. Inovasi Pendidikan menurut Ibrahim
(1988) mengemukakan bahwa inovasi pendidikan adalah inovasi dalam bidang
pendidikan atau inovasi untuk memecahkan masalah pendidikan. Jadi, inovasi
pendidikan adalah suatu ide, barang, metode yang dirasakan atau diamati sebagai
hal yang baru bagi seseorang atau kelompok orang (masyarakat), baik berupa
hasil intervensi (penemuan baru) atau discovery (baru ditemukan orang), yang
digunakan untuk mencapai tujuan pendidikan atau memecahkan masalah pendidikan
nasional.
Berbicara mengenai inovasi (pembaharuan)
mengingatkan kita pada dua istilah yaitu invention dan discovery. Invention
adalah merupakan penemuan sesuatu yang benar-benar baru, artinya merupakan
hasil karya manuasia. Sedangkan discovery adalah penemuan sesuatu (benda yang sebenarnya
telah ada sebelumnya. Dengan demikian, inovasi dapat diartikan usaha menemukan
benda yang baru dengan jalan melakukan kegiatan (usaha) Dalam kaitan ini
Ibrahim (1989) mengatakan bahwa inovasi adalah penemuan yang dapat berupa
sesuatu ide, barang, kejadian, metode yang diamati sebagai sesuatu hal yang
baru bagi seseorang atau sekelompok orang (masyarakat). Inovasi dapat berupa
hasil dari invention atau discovery. Inovasi dilakukan dengan tujuan tertentu
atau untuk memecahkan masalah (Subandiyah 1992:80). Proses dan tahapan perubahan
itu ada kaitannya dengan masalah pengembangan (development), penyebaran (diffusion),
diseminasi (dissemination), perencanaan (planning), adopsi (adoption),
penerapan (implementation) dan evaluasi (evaluation) (Subandiyah
1992:77). Di sekolah, para guru menciptakan strategi atau metode mengajar yang menurutnya
sesuai dengan akal yang sehat, berkaitan dengan situasi dan kondisi bukan
berdasarkan pengalaman guru tersebut. Di berbagai bidang, para pencipta inovasi
melakukan perubahan dan inovasi untuk bidang yang ditekuninya berdasarkan
pemikiran, ide, dan pengalaman dalam bidangnya itu, yang telah digeluti
berbualan-bulan bahkan bertahun-tahun. Inovasi yang demikian memberi dampak
yang lebih baik dari pada model inovasi yang pertama. Hal ini disebabkan oleh
kesesuaian dengan kondisi nyata di tempat pelaksanaan inovasi tersebut. Jenis
strategi inovasi yang ketiga adalah normatif re-edukatif (pendidikan yang
berulang) adalah suatu strategi inovasi yang didasarkan pada pemikiran para
ahli pendidikan seperti Sigmund Freud, John Dewey, Kurt Lewis dan beberapa
pakar lainnya (Cece Wijaya (1991), yang menekankan bagaimana klien memahami
permasalahan pembaharuan seperti perubahan sikap, skill, dan nilai-nilai yang
berhubungan dengan manusia. Dalam pendidikan, sebuah strategi bila menekankan
pada pemahaman pelaksana dan penerima inovasi, maka pelaksanaan inovasi dapat
dilakukan berulang kali. Misalnya dalam pelaksanaan perbaikan sistem belajar
mengajar di sekolah, para guru sebagai pelaksana inovasi berulang kali melaksanakan
perubahan-perubahan itu sesuai dengan kaidah-kaidah pendidikan. Kecenderungan
pelaksanaan model yang demikian agaknya lebih menekankan pada proses mendidik
dibandingkan dengan hasil dari perubahan itu sendiri. Pendidikan yang
dilaksanakan lebih mendapat porsi yang dominan sesuai dengan tujuan menurut
pikiran dan rasionalitas yang dilakukan berkali-kali agar semua tujuan yang
sesuai dengan pikiran dan kehendak pencipta dan pelaksananya dapat tercapai. Para
ahli mengungkapkan berbagai persepsi, pengertian, interpretasi tentang inovasi
seperti Kennedy (1987), White (1987), Kouraogo (1987) memberikan berbagai macan
definisi tentang inovasi yang berbeda-beda.
F.
Contoh
Inovasi
yang dilakukan para ahli maupun praktisi sudah sangat banyak dipublikasikan.
Para peneliti juga sudah berkali-kali mengaplikasikannya dalam pembelajaran.
Dari hal tersebut maka disini dapat dirangkum menjadi beberapa contoh inovasi
yang telah dilakukan sebelumnya.
1.
Pembelajaran Contextual Teaching and
Learning (CTL)
Pembelajaran Contextual Teaching And Learning (CTL)
merupakan suatu pembelajaran holistik yang mempunyai tujuan membantu siswa
dalam memahami makna dari materi ajar khususnya pada bidang studi matematika
dengan cara mengaitkan materi ajar dengan konteks dalam kehidupan sehari-hari
(konteks pribadi sosial dan kultural). Secara operasional terdapat tujuh
komponen utama penerapan CTL di dalam kelas yaitu : kontrukstivisme
(contructivism), bertanya (questioning), inkuiri (inquiry), masyarakat belajar
(learning community), pemodelan (modeling), dan penilaian autentik (authentic
assement)
2.
Pembelajaran Kooperatif (cooperative learning)
Merupakan bentuk pembelajaran
dengan cara siswa belajar dan bekerja dalam kelompok-kelompok kecil secara kolaboratif
yang anggotanya terdiri dari empat sampai enam orang dengan struktur kelompok
yang bersifat heterogen.
3.
Penerapan Strategi Pembelajaran Realistic
Mathematics Education (RME) pada pembelajaran matematika
Pembelajaran matematika realistik
merupakan suatu strategi pembelajaran yang menggunakan masalah kontekstual
sebagai titik tolak dalam belajar matematika. Dimulai dari masalah kontekstual
siswa diberi kebebasan untuk menyelesaikan masalah kontekstual tersebut dengan
cara sendiri sesuai dengan pengetahuan awal yang dimiliki. Masalah-masalah
kontekstual yang diberikan guru adalah masalah-masalah yang memang semestinya
akan dapat diselesaikan oleh siswa dengan pengalaman kehidupan mereka sendiri. Hal
lain di dalam model pembelajaran Realistic Mathematic Education (RME)
yang dapat memacu kreativitas siswa adalah besarnya kontribusi siswa
dalam proses pembelajaran, sehingga pembelajaran berpusat pada
siswa. Kontribusi siswa pada saat pembelajaran sangat diharapkan, mereka secara
bebas dapat mengemukakan ide-ide dalam menyelesaikan masalah matematika serta
meningkatkan kemampuan literasi matematika nya.
4. Pembelajaran matematika dengan pendekatan Etnomatematika
Etnomatematika merupakan suatu pendekatan yang dapat diterapkan dalam pembelajaran matematika dengan media budaya yang ada di sekitar siswa. Etnomatematika bisa menjadi salah satu alternatif yang dapat diterapkan dalam kegiatan pembelajaran matematika, dengan menyajikan konteks nyata berawal dari budaya- budaya di sekitar siswa diharapkan bisa menumbuhkan motivasi yang tinggi dalam belajar matematika.
5.
Pembelajaran Matematika dengan menerapkan Project
Based Learning (PJBL)
Project
Based Learning adalah model pembelajaran yang berfokus pada konsep-konsep dan
prinsip utama dari suatu disiplin, melibatkan siswa dalam kegiatan pemecahan
masalah dan tugas-tugas bermakna lainnya, memberi peluang siswa bekerja secara
otonom mengkonstruki belajar mereka sendiri, dan puncaknya menghasilkan produk
karya siswa bernilai, dan realistik. Berbeda dengan model-model pembelajaran
tradisional yang umumnya bercirikan praktik kelas berdurasi pendek, terisolasi,
dan aktivitas pembelajaran berpusat pada guru; model PjBL menekankan kegiatan
belajar yang relatif berdurasi panjang, holisticinterdisipliner, berpusat pada
siswa, dan terintegrasi dengan praktik dan isu-isu dunia nyata.
Pembelajaran
berbasis proyek berfokus pada pembelajaran aktif dimana siswa mengekspolrasi
pertanyaan autentik atau tugas, mengembangkan rencana, merenung mengevaluasi
solusi, dan menghasilkan beberapa representasi dari ide ide. Jadi, pembelajaran
berbasis proyek adalah suatu model pembelajaran yang melibatkan suatu proyek
dalam proses pembelajaran. Proyek yang dikerjakan oleh peserta didik dapat
berupa proyek perseorangan atau kelompok dan dilaksanakan dalam jangka waktu
tertentu secara kolaboratif, menghasilkan sebuah produk, yang hasilnya kemudian
akan ditampilkan atau dipresentasikan.
DAFTAR PUSTAKA
Al-Syahrastani,
Imam Ahmad, 1404. al-Milal wa al-Nihal Juz 2, Kairo: Daar el Fikr.
Jalaluddin
& Abdullah Idi. 2007. Filsafat Pendidikan: Manusia, Filsafat, dan
Pendidikan. Yogyakarta: Ar-Ruzz Media.
Kebung,
Konrad, 2008. Filsafat Itu Indah, Jakarta: Prestasi Pustaka.
Kemendikbud,
2021. https://kbbi.kemdikbud.go.id/entri/nul
diakses pada 25/12/2021 pukul 12.30 WIB.
Knight,
George R., 2007. Isues and Alternatives in edication Philosophy (terjemah
oleh Mahmud Arif:. Filsafat Pendidikan), Yogyakarta: Gama Media.
Marsigit.
2009. Philosopy of Mathematics Education. Modul Mata Kuliah Filsafat
Ilmu. Program Pascasarjana Universitas Negeri Yogyakarta.
Marsigit.
2010. Filsafat Matematika dan Ilmu Pengetahuan. Modul Mata Kuliah Filsafat
Ilmu Program S2 Pendidikan Matematika dan Pendidikan Sains Bilingual. Program
Pascasarjana Universitas Negeri Yogyakarta. Marsigit. ----. Asumsi Dasar
Karakteristik Matematika, Subyek Didik dan Belajar Matematika Sebagai Dasar
Pengembangan Kurikulum Matematika Berbasis Kompetensi Di SMP. FMIPA
Universitas Negeri Yogyakarta.
Suhendra,
dkk. 2007. Pengenbangan Kurikulum dan Pembelajaran Matematika. Jakarta:
Universitas Terbuka.
Suriasumantri,
Jujun S., 2003. Filsafat Ilmu, Sebuah Pengantar Populer, Jakarta:
Pustaka Sinar Harapan.
Widodo,
Sembodo Ardi, 2015. Pendidikan dalam Prespektif Aliran-aliran Filsafat.
Yogyakarta: Idea Press.
Dienes,
Z.P 1969. Mathematic in The Primary School. London: Macmillan and Co Ltd
Piaget,
J., 1974. The Child's Construction Of Quantities.London: Routledge
& Kegan Paul
Ruseffendi,
E.T., 1984. Dasar-dasar Matematika Modern untuk Guru. Bandung: Tarsito.