Friday, February 8, 2008

guru vs orang tua

Orang tua siswa SMPN 20 Solo melayangkan protes kepada sekolah. Pasalnya, rambut anaknya dipotong oleh guru secara tidak beraturan. Rambut anak tersebut dipethak-pethak karena dinilai terlalu panjang (Sindo; 02/02/08).

Kejadian serupa sangat mungkin terjadi di sekolah lain. Anak adalah investasi orang tua. Ketika investasinya diganggu, maka investor akan berang dan bisa dipastikan membela investasinya. Lalu bagaimana menyikapi kondisi tak nyaman dalam dunia pendidikan antara sekolah dan orang tua semacam ini di mana seharusnya keduanya bisa berjalan beriringan dalam pergumulan masyarakat pendidikan?
***
Sekolah sebagai tempat belajar sudah tidak dipersoalkan lagi keberadaannya, akan tetapi keberadaan sekolah bukanlah merupakan satu-satunya sentral pendidikan. Dalam dunia pendidikan terdapat tiga sentral pendidikan, yaitu: keluarga, sekolah dan masyarakat (A.D. Marimba: 1984). Ketiga sentral ini harus berjalan koordinatif dan sinergis demi mewujudkan tujuan pendidikan yaitu mewujudkan manusia pembelajar yang seutuhnya baik dalam hal intelektualitas, emosionalitas, dan spiritualitas.
Pola hubungan koordinatif antara ketiga sentral pendidikan tersebut dapat diwujudkan melalui lembaga komite sekolah/majlis madrasah yang beranggotakan perwakilan guru, siswa, orang tua dan tokoh masyarakat terkait. Keanggotaan tersebut sebenarnya sudah ideal secara teori. Kerjasama yang apik dalam proses pendidikan yang mencakup kepentingan keseluruhan anggota di segala aspek pendidikan, akan mampu menghasilkan kualitas pendidikan yang mumpuni. Namun pada prakteknya lembaga tersebut baru sebatas membahas masalah mikro semisal masalah yang berkaitan dengan pendanaan sekolah dan kepentingan yang bersifat eksidental (penentuan beasiswa, dll) seperti halnya kasus BP3 pada jaman doeloe. Hal-hal yang berkait dengan pelaksanaan pendidikan yang lebih urgen (kelancaran KBM, pembinaan siswa berprestasi, dll) dan yang lebih makro kadang terbengkelai dan terabai. Akibatnya rasa saling curiga di antara ketiga pilar tersebut (orang tua, sekolah, masyarakat) menjadi hal yang sangat mungkin menggejala. Hal ini diperparah dengan kemandegan hasil pembahasan hanya ditingkat lembaga komite sekolah/majlis madrasah saja, tanpa sosialisasi secara merata dan komprehensif kepada pihak-pihak yang terkait.
Lalu, apabila menilik dari kasus yang terjadi di Solo tersebut, yang salah yang mana? Orang tua atau guru (sekolah)? Keduanya tidak bisa disalahkan. Karena yang menjadi pokok permasalahan bukanlah personal, tapi ketimpangan komunikasi antara sekolah dan orang tua atas proses pendidikan peserta didik. Di satu pihak guru (sekolah) menginginkan proses pendidikan yang terbaik di sekolah (dengan menegakkan peraturan semisal mencukur siswa gondrong) di pihak lain orang tua menginginkan kondisi terbaik bagi anaknya yang sudah disekolahkan (mendapatkan hasil yang baik, termasuk rambut yang rapi).
Untuk itu diperlukan langkah bijak dan strategis dengan menjalin pola komunikasi yang baik, berimbang dan bertanggung jawab antar anggota pendidikan (orang tua, sekolah, masyarakat, dan peserta didik), agar konflik yang tidak perlu seperti kasus di atas tidak terjadi dan pendidikan berjalan lebih baik.

No comments:

Ingsun

mbantul, jogjakarta, Indonesia