Bagian II
Di pohon rindang tak hanya satu burung
Bermain teduh di sela reranting dahan
Begitu banyak kicau membuah
Pohon hatinya bungah
“siapa lagi hendak singgah
Silakan saja ku sambut ramah”
Pohon berkabar lewat angin ke seluruh celah
“Tapi perlu ditahu
Buahku sedikit saja tersedia
Harus sama-sama bijaksana”
Sekali lagi pohon rekah rasa
Rindangnya meneduhkan
Buahnya mengenyangkan
Sesiapa singgah dipastikan betah
Hingga satu siang saat terik matahari menyerang
Terlihat beburung saling merapat
Semacam ada rapat
Namun ternyata mereka sama-sama sekarat
Buah pohon tak pernah cukup memberi manfaat
Bagi setiap burung hinggap
Malamnya saat bulan enggan datang
Pohon lesu dan merasa malang
Dirinyalah penyebab segala sengsara
Meski awal niatnya sungguh mulia
Dan anginlah sahabat setia
“kenapa murungmu sungguh layu?”
“sebab buahku hanya satu”
“begitulah takdirmu”
“maka biar kutawarkan saja pada tanah
Saat jatuh, kuharap akan ada yang tumbuh
Menjadi pohon-pohon lain lebih teduh”
Angin diam, ia hanya tersenyum
Pohon juga diam ia menahan ngungun
Beburung diam kicaunya tertahan
ahai, dan lihatlah sangkar, sepertinya akan ada satu burung
Yang menemaninya bukan untuk terpenjara
Tapi lagi-lagi memenjara…
Matapena, 27 Juni 2009
Tuesday, June 30, 2009
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
Ingsun
- sorogan
- mbantul, jogjakarta, Indonesia
No comments:
Post a Comment