Saturday, June 6, 2009

Suhar; Catatan Santri Anyar


Suhar sampai di hutan pertama. Ada seekor monyet menatapnya.

…apa mungkin aku bertanya padanya? pada monyet itu? aha, mungkin saja toh ia juga punya bahasa. ya bahasa monyet...

Sepersekian detik mataku mata monyet itu saling bertemu. Mulutnya meringis. Tiba-tiba ada bias ingat dalam benakku; kang Jaledeng!
Ya, suatu sore ketika dari speker masjid terdengar sayup salawat jelang maghrib, ia masih nggentaong di atas pohon pete. Ia paling suka makan pete.
“mangrib, kang!”
Suara entah siapa nyelonong ke telinga-telinga. Mencoba mengingatkan waktunya orang siapkan sembahyang. Termasuk telinga kang Jaledeng tentunya. Namun apa hendak dikata, ia kadung asyik memetik tangkai demi tangkai buah makruh itu. Hingga ketika adzan kumandang, ia masih asyik saja tertawa-tawa.
“Dahsyat! Dahsyat! Akan kubuat seluruh hidung mampat!”
Aku gelang-geleng sambil berlalu ke tempat wudlu. Tiba-tiba…
BLUGGG…!
Bumi sedikit bergetar. Ada benda jatuh dari langit. Orang-orang tetap berlalu lalang. Hilir mudik ke kulah tuk wudlu lalu ke masjid sembahyang. Mereka tak hirau sebab cahaya redup separo. Aku tengok kepala sedikit ke belakang. Ada yang meringis di bawah pohon pete.
Aha, sekarang aku ingat, seringai monyet itu mirip cengir kang Jaledeng waktu jatuh dari pohon pete. Haha…
Lalu dengan bahasa apa aku bertutur sapa? Aku hanya ingin tahu, di mana barat arah kiblat? Sungguh, aku ingin sholat…
Kukuk… kakak.. kuk…

(tobe continue)

No comments:

Ingsun

mbantul, jogjakarta, Indonesia